"Hidup"

Ibarat kita menyebrang jalan.

"Tiada sesuatu yang disesali oleh penghuni surga kecuali satu jam yang mereka lewatkan (di dunia) tanpa mereka gunakan untuk berzikir kepada Allah Azza wajalla. (HR. Ad-Dailami)"

Senin, 21 Maret 2011

fatimah putri Rasulullah

Fatimah Azzahra binti Muhammad s.a.w Putri siapa, istri siapa dan ibunda siapakah Fatimah Azzahra? Fatimah adalah putri dari penghulu para nabi, dan seseorang yang terbaik di kalangan manusia, Muhammad bin Abdullah s.a.w. Fatimah mendapatkan sebuah kehormatan dengan menjadi putri dari Muhammad, Rasul Allah dan Khadijah, wanita pertama yang masuk Islam. Dia adalah istri dari Ali bin Abi Thalib yang telah Allah muliakan semenjak masih kecil. Ali semasa hidupnya tidak pernah menjadi penyembah berhala. Ali berjuang bersama Rasul s.a.w dari mulai baligh dan diangkat juga menjadi khalifah yang keempat. Fatimah juga adalah ibunda dari Hasan dan Husaiyn, para pemuda syurga. Fatimah masih berusia lima tahun saat ayahnya diberi kehormatan oleh Allah untuk menjadi seorang nabi. Dia tumbuh dan menjadi saksi betapa ayahnya dihina dan diperlakukan buruk oleh orang-orang di sekitarnya. Dia teramat mengasihani ayahnya dan mendukung perjuangan ayahnya. Tapi dukungan semacam apa yang bisa diberikan oleh seorang gadis yang umurnya saja masih kurang dari sepuluh tahun? Kekejian yang pernah dirasakan oleh Fatimah adalah saat ia melihat ayahnya beribadah di sekitar Ka’bah. Saat Rasul sedang rukuk, datanglah orang Mekah yang bengis bernama ‘Uqbah bin Abi Ma’it melempari kepala Rasul dengan kotoran unta. Lalu semua orang yang berada di sana tertawa. Rasulullah s.a.w tetap dalam posisi rukuknya hingga Fatimah membersihkan kotoran yang baunya menyengat itu dari punggungnya. Beliau pun menyelesaikan shalatnya. Lalu beliau bangkit dan menghadap kepada orang-orang Quraysh itu dengan marah. Lalu mengatakan, “Ya Allah, balaslah orang-orang Quraysh itu. Ya Allah balaslah Abu Jahal, ‘Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, ‘Uqbah bin Abi Ma’it, dan Ubay bin Khalaf.” Orang-orang Quraysh itu sangat ketakutan dengan doa Nabi karena mereka sebetulnya yakin bahwa kata-katanya bukanlah isapan jempol saja. Beberapa tahun kemudian, saat terjadinya perang Badar, Fatimah melihat orang-orang yang disebut namanya dalam do’a Rasul itu terbunuh di sekitar sumur Badr. Allah membunuh mereka karena perilaku mereka yang jahat dan mendustakan Rasul. Fatimah hidup dalam arena da’wah semenjak masih kecil dan ambil bagian dalam perjuangan sesuai dengan usia dan jendernya. Karena merupakan anak paling kecil, Fatimah tinggal lebih lama dengan orang tuanya, saat ketiga kakak perempuannya sudah menikah. Nabi s.a.w selalu menyebutnya sebagai kesayangannya. Dan ketika wahyu yang berikutnya turun, yang berbunyi, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Q.S Asy-Syu’araa:214), maka beliau mengumpulkan orang Quraysh kemudian mengatakan, “Wahai orang-orang Quraysh, selamatkanlah dirimu dari api neraka, karena aku tidak dapat menyelamatkanmu dari hukuman Allah. Wahai Bani Abdul Manaf, aku tidak dapat memintakan pertolongan untuk kalian dari hukuman Allah. Wahai Abbas bin Abdul Muthallib, aku tidak dapat menolongmu dari hukuman Allah. Wahai Shafiyyah (bibi Rasul), aku tidak dapat menolongmu dari hukuman Allah. Wahai Fatimah, mintalah berapapun uang yang engkau mau, aku akan memberikannya, namun aku tidak dapat menolongmu dari hukuman Allah.” Kata-kata beliau begitu berarti baginya. Kata-kata beliau memberikan perubahan yang dahsyat pada Fatimah! Di kesempatan lain, ketika seorang wanita dari Bani Makhzum tertangkap karena mencuri, orang-orang Quraysh mengirim Usamah bin Zayd kepada Rasulullah untuk menegosiasikan tentang wanita tersebut kepada Rasul. Rasul s.a.w sangat marah dan kemudian memberikan orasi di depan banyak orang,” Demi Allah, jikalau Fatimah binti Muhammad mencuri pun, akan aku potong tangannya.” Maksud Rasul adalah, meskipun pelaku pencurian itu adalah orang yang sangat disayanginya, namun beliau akan tetap menghukumnya. Hal ini membuktikan keadilan dalam Islam yaitu bahwa orang yang berasalah harus dihukum baik itu dari kalangan elit maupun rakyat biasa. Fatimah hidup dalam sebuah rumah yang didirikan diatas kenabian, dia dibesarkan dalam pendidikan Qur’ani. Oleh karena itu, semua ajaran Islam tertuang dalam dirinya. Dia sangat diterima oleh orang-orang di sekitarnya, dan dia pun mencoba untuk menyebarkan da’wah di sekitarnya dalam usia yang begitun belia. Beliau s.a.w mengatakan, “Fatimah adalah bagian dari diriku, apa yang mengganggunya, menggangguku, dan apa yang menyakitinya, menyakitiku juga.” Beliau juga mengatakan dengan penuh kesungguhan, “Keempat wanita ini adalah wanita terbaik sepanjang masa: Maryam, Asiyah, Khadijah, dan Fatimah.” Pernyataan ini sangat menyanjungnya karena dia termasuk dari keempat wanita yang terbaik dan merupakan putri dari salah satu dari empat wanita terbaik, yaitu Khadijah. Ini benar-benar sebuah kehormatan. Semenjak saat itu, orang Quraysh menindas Kaum Muslimin dengan perlakuan yang lebih kejam lagi. Dan upaya yang mereka lakukan untuk menghancurkan penyebaran agama baru ini semakin parah. Semakin mereka mengalami kegagalan, maka semakin liar saja kekejaman mereka. Kemudian Allah menghendaki agar beliau berhijrah dari tempat yang sangat dicintainya, yaitu Mekah menuju Madinah. Dua kakak beradik yaitu Fatimah dan Ummu Kultsum ditinggalkan di Mekah menunggu Nabi s.a.w untuk memberikan izin kepada mereka untuk ikut serta dalam hijrah. Setelah Rasul mengizinkan mereka, lantas mereka pergi dengan hati yang sedih dan berlinangan air mata. Kedua gadis ini sangat terkejut dengan kebengisan orang Quraysh karena mereka menganggap bahwa anak laki-laki dan wanita mereka sudah dimurtadkan dari agama nenek moyangnya. Kebengisan itu salah satunya silakukan oleh Huwayrith bin Naqidh, yang mematahkan kaki unta yang sedang mereka tunggangi sehingga keduanya jatuh dan harus melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki tanpa kendaraan. Akhirnya Fatimah tiba di Madinah dengan keadaan letih dan sangat kelelahan. Fatimah menceritakan kejadian yang menimpanya dan permasalahan yang ia alami di perjalanan. Ketika Rasulullah s.a.w mendengar kejadian ini, maka beliau memerintahkan agar orang Quraysh itu dihukum. Kejadian pada Fatimah dan Ummu Kultsum yang begitu menyedihkan bukanlah satu-satunya contoh kekejaman Quraysh terhadap muslimah. Sebelumnya, Abu Jahal pernah membunuh syahidah pertama, Sumayah binti Khabbath tanpa rasa malu. Orang Quraysh jug pernah menyerang Ummu Salamah dan memisahkannya dari suaminya, dan yang lebih kejam lagi mereka menyiksa anak Ummu Salamah tepat di depan kedua matanya. Zaynab juga pernah diserang oleh orang Quraysh saat dia sedang dalam perjalanan ke Madinah. Serangan ini membuat Zaynab mengalami keguguran, dan kejadian ini membuatnya sakit dalam jangka waktu yang lama dan akhirnya meninggal. Mereka yang berada di pihak Quraysh tetap menghormati bangsa itu dengan menyangkal pernah terjadinya kejahatan-kejahatan tersebut. Tapi kejadian-kejadian tersebut menunjukkan bahwa orang-orang Quraysh tersebut jauh dari kehormatan, terutama karena mereka tidak pernah menepati janji-janji pada orang yang beriman, baik pada wanita maupun pria. Ini adalah agenda jahiliyah yang dilakukan oleh orang Quarysh, Yahudi, Kristen, dan bahkan orang-orang yang mengikuti budaya atau kebanyakkan orang. Karakteristik jahiliyah selalu sama di setiap zaman bahkan sangat mudah dikenali meskipun direkayasa atau ditutup-tutupi. Di Madinah, Fatimah tinggal bersama dengan ayahnya dan Fatimahlah yang diberi tanggungjawab untuk mengurus rumah tangga Rasul. Fatimah melakukan tugasnya dengan sangat bahagia. Ketika Fatimah hampir berusia delapan belas tahun, A’isyah bergabung dengan keluarga Rasulullah s.a.w sebagai istri beliau. Tentunya Fatimah tahu bahwa tanggungjawab mengurus rumah tangga sudah tidak lagi menjadi tanggungjawabnya dan digantikan oleh wanita baru yang berasal dari keluarga As-Siddiq. Hal ini tentunya membuat Fatimah kurang begitu bahagia, karena Fatimah sangat bangga dan senang menjadi pengurus rumah tangga Rasul. Pada saat yang bersamaan, banyak sahabat Rasul yang mendekati Rasul s.a.w untuk melamar Fatimah. Bahkan Abu Bakar dan Umar pun melamarnya, tetapi Nabi s.a.w memohon maaf terhadap mereka dengan cara yang sangat baik. Dari kejadian itu, banyak sekali orang yang membicarakan Fatimah dan perihal baiknya kualitas para sahabat Rasul yang telah datang melamarnya. Lalu banyak orang yang mengajukan kepada Ali untuk juga mencoba melamar Fatimah, lalu Ali bertanya pada mereka, “Aku melamar Fatimah setelah Umar dan Abu Bakar mencobanya?” ketika mereka mencoba mengingatkan Ali bahwa antara Ali dan Rasu terdapat hubungan kekerabatan, maka akhirnya Ali mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya untuk melamar Fatimah. Ali duduk di samping Rasul dengan penuh rasa malu. Saat itu suasana begitu kaku. Lalu Rasul memecahkan kesunyian dengan bertanya, “Apakah gerangan yang Ali inginkan dariku?” Lalu dengan malu-malu Ali menyebut nama Fatimah. Dan diluar dugaan Ali, Rasul menjawab dengan singkat, “Selamat Datang.” Ucapan selamat datang yang dikatakn Rasul membuat hati Ali menjadi tenang. Ali, dan juga teman-temannya faham bahwa yang dimaksud oleh Rasul adalah penerimaan atas diri Ali sebagai suami dari Fatimah dan ucapan itu pula berarti sebuah sambutan dari Rasul untuk bergabungnya Ali ke dalam keluarganya, meskipun Ali memang sebelumnya pun memiliki hubungan kekerabatan dengan Rasul. Nabi s.a.w bertanya kepada Ali, “Apa yang akan engkau berikan sebagai mahar?” Ali menjawab, “Saya tidak memiliki apapun yang bisa saya jadikan sebagai mahar.” Rasul s.a.w bertanya, “Apakah engkau masih menyimpan baju besi dari Al-Hatmiyah yang aku berikan padamu? “Saya masih mnyimpannya” kata Ali. “Berikanlah kepadanya sebagai mahar baginya,” kata Rasul s.a.w. Kejadian ini menjadi sebuah peristiwa yang besar. Ketika Ali hendak melamar putri dari sang nabi, tidak terfikir olehnya bahwa mahar akan menjadi sebuah rintangan baginya. Ali paham bahwa pernikahan di dalam Islam berdasar kepada nilai moral yang dimiliki seseorang dan bukan hartanya, sedangkan mahar sendiri hanyalah sebagai symbol ikatan pernikahan, bukan inti dari pernikahan. Rasulullah s.a.w pun bersabda, “Jika seseorang yang memiliki pemahaman agama yang baik dan juga akhlaq yang mulia datang menemuimu untuk melamar putrimu, maka terimalah ia.” Apakah Rasul s.a.w menolak Ali r.a ketika ia mengatakan, “Saya tidak memiliki apapun untuk diberikan sebagai mahar” ? Apakah Rasul marah karena Ali berani melamar padahal tidak memiliki apapun? Bahkan Rasul mengingatkan dengan penuh kasih sayang kepada Ali agar baju besi yang dahulu beliau berikan pada Ali bisa dijadikan mahar untuk Fatimah. Pernikahan menjadi begitu sederhana dalam masa itu. Tetap terdapat pengikat pernikahan, namun tidak memberatkan calon suami. Dan terbuktilah bahwa para wanita di sekeliling Rasul pada saat itu benar-benar wanita mulia yang memilih suami berdasarkan pemahaman diniyyahnya. Kesederhanaan seperti ini berlangsung terus hingga munculnya era di mana para wanita lebih mementingkan jumlah mahar dan memberatkan sang calon suami. Oleh karenanya uang selalu menjadi hambatan bagi para pria untuk menikahi wanita dan demi menjaga kesucian. Meskipun baju besi itu kemudian menjadi milik Fatimah, namun Fatimah tentu saja mengharapkan Ali lah yang akan menggunakannya saat ia harus bertempur di medan juang melawan para musuh Allah. Lalu apa keuntungannya bagi Fatimah menerima baju besi itu? Saat hari pernikahan tiba, Ali menjual unta miliknya pribadi dan juga beberapa barang pribadinya hingga mencapai empat ratus delapan dirham. Ketika Rasul s.a.w mendengar hal ini, beliau lalu berkata, “Belanjakan duapertiganya untuk membeli parfum dan sisanya untuk kebutuhan rumah tangga.” Rasul s.a.w memang terkenal menyukai minyak wangi dan mengharapkan agar para pengikutnya pun berlaku demikian. Inilah mengapa Rasul meminta Ali untuk banyak menggunakan parfum di hari pernikahannya. Rasul pun mengatakan kepada Ali, “Wahai Ali, resepsi pernikahan membutuhkan jamuan.” Lalu orang-orang di sekeliling Ali menawarkan bantuan dengan sukarela. Sa’id seorang Anshar memberikan kambingnya dan orang yang lainnya menyumbang gandum. Hari itu adalah hari yang indah, semua orang berbahagia. Mereka berkumpul menikmati jamuan di tempat yang sangat harum semerbak. Rasul s.a.w teramat mencintai Fatimah sehingga beliau menata ruangan untuk Fatimah dan Ali dengan sangat baik. Ketika malam hari tiba, Rasul berpesan pada Ali agar jangan dulu menemui Fatimah sebelu menemui beliau. Ali melaksanakan permintaan Rasul. Lalu Rasul memercikkan air kepada Ali dan mengatakan, “ Semoga pasangan ini diberikan kebahagiaan dan Allah memberkahi mereka serta keturunannya.” Lalu Rasul mendatangi Fatimah yang sedang merasa malu untuk bertemu dengan Ali. Rasul berkata padanya, “Wahai Fatimah, aku akan segera berpisah denganmu, namun aku bahagia karena kau menikahi salah satu kerabatku yang terbaik.” Itulah Rasulullah, beliau meyakinkan Fatimah bahwa beliau sudah melaksanakan tugasnya sebagai seorang ayah dengan baik, yaitu mencarikan pasangan untuk putrinya berupa seorang pria yang shaleh. Pernikahan Fatimah dan Ali adalah peristiwa bersejarah. Belum ada pernikahan yang begitu indah. Dan pernikahan ini pun banyak mempengaruhi kejadian-kejadian yang terjadi di hari-hari berikutnya. Oleh karenanya era setelah Fatimah menikah ini bahkan diberi sebutan: Dinasti Fatimah. Di dalam rumah yang didiami oleh pasangan penuh berkah ini, tidak ada harta benda yang banyak. Yang mereka miliki hanya tempat tidur terbuat dari kulit, dua buah gelas untuk minum dan dua tepat makan. Mereka pun terbiasa untuk mengerjakan semua pekerjaan rumah mereka berdua saja. Hingga ketika terdengar kabar bahwa Rasul datang ke Madinah dengan membawa twanan perang dan saat itu Ali merasakan sakit di dadanya karena kelelahan, barulah Ali meminta Fatimah agar ayahnya berkenan memberikan satu orang tawanan perang itu untuk membantunya bekerja. Fatimah pun berkata, “Jika saja memang suamiku tidak sakit dan tanganku tidak luka akibat peralatan ini, aku tidak akan meminta satu orang pun untuk membantu kami.” Ketika tiba di rumah Rasul, Fatimah hanya terdiam duduk di samping Rasul. Lalu dengan lembut Rasul menyapanya, “Ada apa gerangan kau datang kemari, putriku?”Sebetulnya Fatimah sangat malu, namun akhirnya ia berujar, “Saya datang untuk meminta sesuatu padamu, tapi tidak jadi saja, saya terlalu malu.” Fatimah pun segera pulang menemui suaminya. Suaminya bertanya apakah harapan mereka dipenuhi atau tidak, lalu Fatimah berkata, “Aku terlalu malu untuk memintanya.” Ali menggenggam tangan Fatimah dengan lembut lalu menuntunnya kembali ke rumah ayahnya. Ali berkata pada Rasul, “Jika saja dadaku saat ini tidak sakit, maka aku tidak akan berani meminta salah satu tawanan perang yang engkau bawa untuk membantu kami.” Lalu Rasul berkata, “Demi Allah, tidak akan kuberikan mereka padamu padahal aku tahu bahwa orang-orang As-Suffah lebih membutuhkan mereka.” Ini artinya Rasul tidak memberikan apa yang mereka pinta. Tetapi mereka sama sekali tidak sakit hati karena mereka paham alasan Rasul adalah demi mengutaakan orang yang lebih membutuhkan. Mereka pun pulang dengan tangan kosong. Namun ternyata asul mengikuti mereka dari belakang hingga mereka memasuki rumah. Lalu Rasul berkata, “Aku memang tidak menolong kalian dengan memberikan apa yang kalian perlukan, tapi ada hal yang akan lebih menggembirakan kalian dibandingkan permintaan kalian itu. Ini adalah kalimat yang Jibril ajarkan kepadaku. Apakah kalian ingin aku mengajarkan pada kalian?” “Tentu” sahut mereka. “ Biasakanlah mengucapkan SubhanAllah sepuluh kali, Alhamdulillah sepuluh kali, dan Allahu akbar sepuluh kali setiap selesai shalat. Dan ketika hendak tidur bacalah SubhanAllah tiga puluh tiga kali, Alhamdulillah tiga puluh tiga kali, dan Allahu akbar tiga puluh empat kali.” Rasul menghibur hati mereka yang sedih dan mengobati luka fisik mereka karena lelah dengan memberikan sebuah ikatan batin yang kuat yang akan menghubungkan mereka dengan Allah. Mereka nampak sangat bahagia dengan pemberian Rasul itu. Rasul pun merasa bisa meninggalkan mereka karena keadaan sdah menjadi bahagia. Rasul tenang dan pulang ke rumah beliau. Mereka selalu melakuan apa yang Rasul perintahkan dan hal itu menjadi penenang saat mereka mengalami kesedihan. Bahkan ketika mereka hendak tidur, selimut yang mereka miliki tidak mampu menutupi sekujur tubuh mereka dan kedinginan pun terasa. Saat seperti itu mereka mempergunakan apa yang Rasul berikan untuk menghangatkan diri mereka. Rumah Fatimah selalu dipenuhi dengan kebahagiaan, terutama setelah lahir Hasan Husain, Ummu Kultsum, dan Zaynab. Anak-anak itu membuat hati Ftimah, Ali dan Rasul diliputi kebahagiaan yang luar biasa. Hari demi hari, kejayaan Islam semakin meluas, hampir semua jazirah Arab dikuasai oleh Islam. Dan ketika beita gembira itu datang, Fatimah selalu mengunjungi rumah ayahnya dan memberikan selamat kepada beliau. Rasul akan menyambut Fatimah dan anak-anaknya dengan sambutan yang hangat seperti yang diceritakan oleh A’isyah: “ Suatu hari, kami semua—para istri Rasul berkumpul di sekeliling Rasul, tak satupun dari istri Rasul yang tidak ada di sana. Lalu Fatimah datang dengan anak-anaknya. Rasul berkata, “Selamat datang, wahai putriku.” Lalu Rasul duduk di samping kanan Fatimah dengan wajah yang sangat ceria. Setelah itu Rasul berbisik padanya hingga Fatimah menangis tersedu, lalu Rasul memeluknya, dan berbisik lagi hingga Fatimah tersenyum. Saya pernah bertanya kepada Fatimah tentang bisikan Rasul itu, namun ia menjawab, “Aku tidak akan membuka sesuatu yang dirahasiakan oleh Rasul kepadaku.” Hingga saat ketika Rasul wafat, akhirnya saya bertanya hal yang sama pada Fatimah. Lalu akhirnya ia mengatakan, “Baiklah, akan aku ceritakan sekarang. Saat engkau melihat aku menangis, Rasul mengatakan,” Jibril mendatanginya satu atau dua kali dalam satu tahun untuk mebacakan wahyu kepada beliau, dan pada tahun tersebut, Jibril sudah mendatanginya sebanyak dua kali sehingga Rasul merasa ajalnya sudah dekat, dan beliau mengatakan padaku, “Takutlah kepada Allah dan bersabarlah.” Rasul mengharapkanku menjadi penerus perjuangannya. Lalu aku menangis. Kemudian Rasul berkata,”Fatimah, tidakkah engkau berbahagia karena engkau akan menjadi pemimpin para wanita shalihah untuk umat ini?” Pada saat itulah engkau melihatku tersenyum.” (Shahih Muslim, 6004). Fatimah wafat setelah enam bulan wafatnya Rasul. Fatimah wafat pada bukan ramadhan tanggal 3 pada tahun 11 Hijriyah. Ia wafat pada usia dua puluh sembilan tahun. Tidak ada teman yang sangat dekat dengan rasul selain Fatimah, beliau sangat saying padanya. Oleh karenanya para sejarawan dan penyair menyebutnya Fatimah A-zahra. Ya, Fatimah yang begitu mulia. Tangannya bekerja sementara mulutnya membaca Al-Qur’an, dikaruniai suami yang begitu lembut hatinya yang pernah menyantuni fakir miskin sehingga tidak bersisa makanan untuk mereka sendiri, betapa mulianya. Dikaruniai para putra yang menjadi pemimpin jihad. Semoga Allah selalu meridahainya…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar