"Hidup"

Ibarat kita menyebrang jalan.

"Tiada sesuatu yang disesali oleh penghuni surga kecuali satu jam yang mereka lewatkan (di dunia) tanpa mereka gunakan untuk berzikir kepada Allah Azza wajalla. (HR. Ad-Dailami)"

Senin, 21 Maret 2011

khasiat 10 nama-nama asma'ul khusnah

Al Ghaffar

Asal kata Al Ghaffar itu adalah sitr dan taghthiyah, artinya “Merahasiakan” atau “Menutupi.” Jadi, maghfirah dari Allah itu maknanya adalah dirahasiakan-Nya dosa-dosa dan diampuni-Nya dengan karunia dan rahmat-Nya bukan karena tobat seorang hamba atau taatnya. Dalam salah satu hadis Qudsi, Allah SWT berfirman:
“Hamba-Ku, seandainya engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, niscaya Aku akan datang kepadamu dengan ampunan sebanyak bumi itu pula, asal engkau tidak menyekutukan Aku.”
Al-Ghaffar itu artinya adalah Dzat yang menampakkkan kebagusan dan menutupi kejelekan di dunia, dan memaafkan hukumannya di akhirat.

Sebagaimana dikatakan di atas, bahwa makna ghafara itu adalah satara (merahasiakan), maka yang pertama-tama dirahasiakan Allah dari hamba-hamba-Nya adalah: dijadikan-Nya keburukan-keburukan badan mereka tertutup di batin mereka, ditutupi oleh kebagusan lahir mereka. Kedua, pikiran jahat dan keinginan buruk mereka ditempatkan-Nya di dalam kalbu, sehingga tidak ada orang yang dapat melihatnya; seandainya segala yang terpendam di dalam hati mereka berupa sifat khianat, buruk sangka dan semua sifat buruk itu tampak dari luar, tentu mereka akan celaka karenanya. Ketiga, dengan maghfirah-Nya itu pula Allah telah merahasiakan dosa-dosa manusia yang sebenarnya pantas dipermalukan di hadapan orang banyak, namun Dia berjanji akan menggantikan kejahatan-kejahatan mereka dengan kebaikan dan janji-Nya adalah benar.

Keberuntungan seorang hamba dengan ism ini diisyaratkan, bahwa ia harus merahasiakan aib orang lain sebagaimana ia ingin orang lain merahasiakan aibnya. Rasulullah saw. bersabda:
“Barangsiapa merahasiakan aib orang mukmin, niscaya Allah pun akan merahasiakan aibnya pada hari kiamat.”

Dikisahkan bahwa pada suatu hari Nabi Isa as. dan para pengikutnya berjalan melewati bangkai seekor anjing yang telah membusuk. Lalu para pengikutnya berkata: “Alangkah busuknya bau bangkai anjing ini!” Namun nabi Isa as. menjawab: “Alangkah bagusnya gigi putih anjing ini!” Ucapan beliau ini untuk mengingatkan mereka, bahwa seyogyanya yang disebutkan dari segala sesuatu itu adalah kebaikannya, bukan keburukannya.

Al Haqq

Dia adalah Dzat yang pasti ada-Nya dalam arti tidak menerima kemusnahan, kebinasaan, dan perubahan; dan semuanya berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Kepada makna inilah jatuhnya isyarat yang disebutkan di dalam hadis Nabi saw. yang artinya: “Syair Arab yang paling benar adalah perkataan Labid: Ketahuilah, bahwa semua selain Allah adalah batil.”

Al-Haqq adalah lawan kata dari Al-Bathil. Segala sesuatu itu menjadi nyata dengan lawannya, dan semua yang dlberitakan itu boleh jadi salah semua dan boleh jadi benar semua, serta boleh jadi salah dari satu sisi dan benar dari sisi lain. Jadi, yang berlindung dengan zatnya adalah yang batil mutlak; yang wajib pada zatnya itu adalah yang haqq mutlak; sedangkan yang mungkin pada zatnya dan wajib bagi yang lain, maka dia adalah haqq dari satu segi dan batil dari segi lain. Atas dasar inilah, kita mengetahui bahwa yang haqq mutlak itu adalah yang maujud secara hakiki dengan zatnya, yang semua haqq mengambil hakikatnya darinya. Kita mengetahui, bahwa yang paling haqq di antara yang maujud itu untuk menjadi yang haqq adalah Allah SWT. Dan makrifat yang paling haqq untuk menjadi yang haqq itu adalah makrifat Allah SWT. Sebab, hal ini sesuai dengan ilmu-ilmu azali dan abadi; dan kesesuaiannya hanyalah bagi zatnya, tidak bagi lainnya. Tidak seperti ilmu yang berdampingan dengan keberadaan lainnya. Ilmu tidak selalu ada kecuali selama yang lain itu ada; jika ia musnah, maka ia kembali kepada itikad; dan ilmu seperti itu adalah batil.

Terkadang kata haqq ini dikaitkan dengan ucapan, misalnya: “Perkataan yang haqq (benar),” atau “Perkataan yang batil (salah).” Atas dasar ini, perkataan yang paling haqq itu adalah kalimat la ilaha illallah, sebab ia adalah yang benar, yang abadi, yang azali bagi dzatnya dan tidak bagi yang lainnya.

Para ahli tasawuf yang biasanya tenggelam dalam kefanaan dari sudut zat mereka, maka yang selalu terucapkan oleh lisan mereka dalam segala keadaan adalah ism Al-Haqq. Sedangkan ahli istidlal (mereka yang mengambil dalil dari) af’al, yang terucapkan oleh lisan mereka adalah ism Al-Bari’, yang artinya “Sang Pencipta.” Dan kebanyakkan makhluk melihat segala sesuatu selain-Nya, lalu mereka menjadikan saksi dari apa yang mereka lihat itu, mereka ini adalah yang dituju Allah dengan firman- Nya:

“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah …” (QS Al A’raf: 185)
Sedangkan orang-orang shiddiqin, tidaklah mereka itu menyaksikan selain Dia, maka mereka menjadikan saksi dengan-Nya kepada-Nya. Mereka inilah yang dituju firman Allah:
“…Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?” (QS Fushshilat: 53)

Bagian seorang hamba dari ism ini adalah, ia harus melihat dirinya salah dan tidak ada yang dilihatnya itu benar selain Allah. Seorang hamba, sekalipun ia benar, tidaklah benar dengan dirinya sendiri, tetapi dia benar dengan Allah SWT dan maujud dengan-Nya, bukan dengan zatnya sendiri, bahkan dia itu batil dengan zatnya kalau tidak diciptakan oleh Yang Haqq.

Khasiatnya
Bahwasanya orang yang menuliskan ism ini pada sehelai kertas persegi pada keempat sudutnya, lalu diletakkannya pada telapak tangannya di waktu sahur sambil mengangkatnya ke arah langit, niscaya Allah akan melindunginya dari apa yang disusahkannya. Barangsiapa melazimkan membaca La ilaha illallah al-malikul-haqqul-mubin setiap hari sebanyak seratus kali, niscaya akan dikayakan Allah dari karunia-Nya. Dan barangsiapa berzikir dengannya sebanyak seribu kali tiap-tiap hari, maka akhlaknya akan menjadi baik.

An Nur

Yakni yang menerangi segala sesuatu dengan menampakkan cahaya-Nya di dalamnya.
Allah SWT berfirman:
Allah adalah cahaya langit dan bumi … (QS An Nur: 35)
Yakni, yang menerangi langit dan bumi dengan bintang-bintang atau planet-planet, atau dengan malaikat dan para nabi. Dikatakan bahwa maknanya adalah, yang menampakan segala benda dari tiada menjadi ada.

Ibnu ‘Atha’illah, di dalam kitabnya Al-Hikam, mengatakan: “Alam semesta ini semuanya gelap, yang meneranginya adalah adanya Al Haqq di dalamnya.”

Perkataan Ibnu ‘Atha’illah itu diuraikan oleh pensyarah-nya sebagai berikut: “Alam semesta ini semuanya gelap, yakni tidak ada sama sekali di dalam pandangan ahli syuhud. Sesungguhnya yang meneranginya adalah nampaknya Al Haqq di dalamnya, seperti nampaknya cahaya matahari di lubang kunci. Dengan nampaknya Al Haqq itu, maka segala sesuatu yang asalnya tidak ada menjadi ada sesuai dengan tuntutan tabiatnya, yang sebenarnya tidak wujud di dalam zatnya.
Ini adalah untuk memudahkan pemahaman dan tidak bisa dicapai kecuali dengan perasaan. “Adapun perkataan Ibnu ‘Atha’illah “nampaknya Al Haqq di dalamnya” maksudnya adalah, nampaknya perbuatan Allah di dalamnya. Sebab orang-orang arif menyaksikan perbuatan Allah itu dalam setiap sesuatu karena kuatnya makrifat mereka. Sehingga ada sebagian mereka mengatakan: “Tidaklah aku lihat sesuatu, melainkan kulihat Allah di dalamnya!” Maksudnya: “Kulihat perbuatan Allah di dalamnya.” Sebab afal-Nya itu menampakkan kekuasaan-Nya, yang seandainya terputus sekejap saja, tentu akan porak-porandalah segala yang wujud dan akan kacaulah tata-tertib alam ini. Tidak ada sesuatu pun yang maujud kecuali di dalamnya ada perbuatan Allah SWT. Dia adalah elemennya dan sebab kelangsungannya. Seandainya Allah SWT menghentikan af’al-Nya dari kita, tentu akan musnahlah segala yang ada.
Ber-taqanub dengan ism ini hendaklah dengan melihat segala sesuatu itu dari-Nya dan dengan-Nya. Kemudian berakhlak dengan menampakkan bahwa bagi-Nya setiap kebaikan.

Khasiatnya

Ism ini berkhasiat untuk menerangi kalbu dan anggota tubuh orang yang berzikir dengannya. Karena itulah, Rasulullah saw. membanyakkan menyebutnya dalam doanya berikut ini:
Ya Allah, adakanlah cahaya di dalam kalbuku, cahaya di dalam kuburku, cahaya di dalam penglihatanku, cahaya di dalam pendengaranku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, dan cahaya di atasku. Ya Allah, adakanlah bagiku cahaya dan jadikanlah aku cahaya dengan berkat rahmat-Mu, wahai Tuhan Yang Paling Penyayang.

Ar Razzaq

Ialah Dzat Yang Menciptakan rezeki dan sebab-sebabnya. Dikatakan bahwa Ia adalah yang memberikan kepada segala yang ada, dengan karunia-Nya, segala yang dapat memelihara materi dan bentuknya. Dia memberikan ilmu kepada akal, memberikan pemahaman kepada hati, memberikan tajalli dan musyahadah kepada jiwa, memberikan makanan yang cocok untuk tubuh sesuai dengan keinginan, ada yang dilapangkan-Nya dan ada pula yang disempitkan-Nya tanpa ada yang menghalangi-Nya. Dengan kata lain, Ar-Razzaq adalah Dzat yang menciptakan rezeki dan orang yang minta rezeki, kemudian menghubungkan antara keduanya, dan juga menciptakan sebab-sebab untuk mendapatkan kesenangan dengan rezeki itu bagi mereka.

Rezeki itu ada dua macam. Pertama, rezeki lahir berupa makanan untuk tubuh. Kedua, rezeki batin berupa ilmu pengetahuan dan mukasyafah untuk kalbu. Yang keedua ini merupakan jenis rezeki yang paling mulia, sebab buahnya adalah kehidupan yang abadi. Sedangkan rezeki lahir itu buahnya adalah kekuatan jasmani untuk jangka wakLu yang singkat saja. Allah SWT mengatur kedua macam rezeki itu dan diberikan-Nya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya.
Keberuntungan seorang hamba dari sifat ini akan diperoleh dengan dua syarat. Pertama, haruslah diketahui hakikat sifat ini; bahwa tidaklah pantas kecuali bagi Allah SWT Oleh karena itu ia tidak menunggu-nunggu rezeki kecuali dari-Nya, dan tidaklah bertawakal dalam urusan reezeki itu kecuali kepada-Nya. Kedua, hendaklah ia meminta kepada Allah SWT agar mengaruniakan kepadanya ilmu yang bisa menunjuki dan lisan yang bisa menuntut, serta tangan yang suka bersedekah. Dan hendaklah ia menjadi sebab sampainya rezeki yang mulia ke dalam hati dengan perkataan dan perbuatannya.

Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memperbanyak kebutuhan makhluk kepada-Nya dan membuat suka kepada diri-Nya untuk memenuhi kebuutuhan-kebutuhan tersebut.

Khasiatnya
Ism ini berkhasiat untuk meluaskan rezeki. Caranya adalah dengan membacanya sebelum shalat fajar pada tiap-tiap sudut rumah, dimulai dari arah kanan kiblat dan sambil menghadap kiblat sepuluh kali, demikian pula pada sudut-sudut lainnya dilakukan dengan menghadap kiblat apabila dimungkinkan.

Ash Shabur
Ash Shabur ialah Dzat yang tidak segera memberikan hukuman kepada orang yang durhaka kepada-Nya, atau yang tidak segera melakukan sesuatu sebelum masanya. Artinya adalah, bahwa Dia tidak dihinggapi oleh sikap tergesa-gesa dalam melakukan sesuatu sebelum tiba waktunya. Tetapi Dia menetapkan perkara pada batas-batas yang diketahui, dan tidak dimajukannya dari waktunya yang telah ditentukan.
Tentang kesabaran Tuhan dalam menghadapi orang-orang yang durhaka kepada-Nya, Nabi saw. dalam salah satu hadisnya bersabda: “Tidak ada seorang pun atau tidak ada sesuatu pun yang lebih sabar menghadapi gangguan daripada apa yang didengar oleh Allah, bahwa orang-orang kafir itu menuduh Allah mempunyai anak, sedangkan Dia tetap menyejahterakan dan memberi rezeki kepada mereka.”
Inilah puncak derajat sabar dan penyantun.
Ber-taqarrub dengan ism ini mengharuskan Anda menahan diri dari segala yang dibenci Allah SWT demi memelihara agar tidak terjerumus ke dalam perbuatan haram. Dan hendaklah Anda melazimkan melakukan apa-apa yang diwajibkan kepada Anda demi memperbaiki pengkhidmatan kepada Allah. Serta janganlah Anda segera menindak orang-orang yang bersalah terhadap Anda, namun maafkanlah dan bersikap sabarlah, meniru sifat Allah SWT.
Allah berfirman:

… Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu …(QS An Nur: 22)
Khasiatnya
Barangsiapa berzikir dengan ism ini sebelum terbit matahari, sebanyak seratus kali, niscaya ia tidak akan ditimpa musibah atau bencana pada siang hari itu.

Al ‘Alim

Dialah yang meliputi dengan ilmu-Nya segala sesuatu yang lahir, yang batin, yang halus, yang besar, yang permulaan, yang akhir, pembukaannya, dan penutupnya. Ini adalah dari segi kejelasan dan ungkapan yang sesempurna mungkin; tidak ada yang lebih jelas darinya.
Dikatakan bahwa makna Al-Alim itu ialah yang melaksanakan ilmu, yaitu sifat yang qadim yang tegak bersaama Dzat Allah SWT, berkaitan dengan maklumat-maklumat yang wajib, ja’iz dan mustahil. Allah SWT mengetahui Dzat-Nya, asma-Nya, sifat-Nya, dan Dia juga mengetahui apa-apa yang sudah dan akan terjadi dari segala sesuatu yang ja’iz, dan Dia pun mengetahui apa-apa yang mustahil, dan mengetahui apa-apa yang galb. Hanya Allah sendirilah yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat, dan mengetahui apa yang terkandung di dalam rahim, dan mengetahui kapan akan turun hujan, dan mengetahui apa yang akan diusahakan oleh setiap orang dan di negeri mana ia akan mati.

Tidak tertutup kemungkinan bahwa seorang hamba itu mendapatkan bagian dari sifat ilmu ini, tetapi berbeda dengan ilmu Allah dalam tiga perkara. Pertama, dari banyaknya pengetahuan. Betapapun luasnya pengetahuan seorang hamba, hal itu masih terbatas. Bagaimana akan dibandingkan dengan ilmu Allah yang tidak ada ujung dan batasnya? Kedua, bahwa kasyaf (melihat dengan mata batin) seorang hamba itu, bagaimanapun jelasnya, ia tidak bisa mencapai tujuan yang tidak ada ujungnya lagi; penyaksiannya terhadap sesuatu itu ibarat ia melihatnya dari balik tirai yang tipis.
Tidak dapat diingkari adanya perbedaan dalam derajat kasyaf itu, sebab pandangan mata batin ibarat mata lahir dalam memastikan segala sesuaatu yang dipandangnya, seperti perbedaan antara melihat di kala remang-remang dan melihat di waktu terang-benderang. Ketiga, bahwa ilmu Allah itu tidak diperoleh dari sesuatu, namun sesuatu itulah yang mendapatkannya dari-Nya. Sedangkan ilmu seorang hamba itu mengikuti sesuatu dan dihasilkan darinya. Jika Anda masih kurang memahami penjelasan ini, maka ambil contoh ilmu seorang yang baru belajar catur dan orang yang membuatnya, misalnya.

"Si pembuat catur menjadi sebab adanya catur, dan adanya catur itu menjadi sebab ilmunya si pelajar catur. Namun ilmu si pembuat catur lebih dahulu dengan mengadakan catur itu, sedangkan ilmu orang yang belajar catur itu terakhir. Demikian pula halnya deengan ilmu Allah SWT; ia mendahului segala sesuatu dan menjadi sebab baginya.

Khasiatnya

Ism ini berkhasiat untuk mendatangkan ilmu pengetahuan dan makrifat. Barangsiapa berzikir dengannya secara rutin, maka ia akan mengenal Allah dengan sebenarnya yang sesuai dengan-Nya. Dan barangsiapa membacanya seratus kali secara rutin tiap-tiap selesai shalat fardhu, niscaya ia akan menjadi seorang yang ahli kasyaf (yang bisa memandang dengan mata batin) dan memiliki iman yang kuat.

As Sami’
As Sami’ artinya Maha Mendengar, dikaitkan dengan hak Allah SWT, adalah suatu sifat tambahan atas ilmu-Nya. Maksudnya adalah bahwa Allah SWT dapat mendengarkan segala sesuatu yang ada sekalipun pelan suaranya. Sedangkan pendengaran yang ada pada makhluk adalah dengan perantaraan daun telinga yang akan hilang daya dengarnya bila alat itu rusak. Tetapi keadaan pendengaran yang ada paada Tuhan tidaklah demikian. Dia mendengar tanpa perantaraan daun telinga, baik yang didengar-Nya itu bunyi suara, maupun warna dan benda. Dia dapat mendengarkan suara langkah semut atas karang yang licin di malam yang gelap gulita. Dan Dia mendengarkan pujian yang diucapkan seseorang kepada-Nya lalu Dia mengganjar mereka; dan mendengarkan doa orang-orang yang meeminta kepada-Nya lalu Ia memperkenankan permintaan mereka. Pendengaran-Nya tidak dapat ditembus oleh suatu peristiwa, karena Dia tidak mendengar dengan telinga atau alat pendengaran. Jadi, pendengaran menurut hal Allah SWT itu ialah suatu ibarat tentang sifat yang dengannya tersingkap kesempurnaan sifat-sifat buatan-Nya.

Seorang hamba mempunyai bagian dari pendengaran itu, tetapi terbatas, sebab ia tidak dapat mendengarkan semua yang dapat didengar, bahkan suara yang terdekat sekalipun. Dan lagi, seperti yang telah kami kemukakan, pendengarannya itu dibantu dengan alat (indera pendengar) yang dapat rusak; dan kalau suaranya terlalu pelan, maka si hamba tidak lagi bisa mendengarnya.
Keberuntungan seorang hamba yang beragama dengan ism ini mengharuskan adanya dua syarat. Pertama, harus diketahui bahwa Allah SWT itu Maha Mendengar. Karenanya ia harus memelihara lisannya. Kedua, hendaklah diketahui bahwa Allah tidaklah menciptakan baginya pendengaran tersebut, melainkan agar ia mendengarkan Kalam Allah dan isi Kitab-Nya yang telah diturunkan-Nya. Dengan demikian ia akan memperoleh hidayah ke jalan Allah.

Khasiatnya

Barangsiapa membacanya pada hari Kamis sesudah shalat Dhuha sebanyak lima puluh kali, maka ia akan menjadi seorang yang makbul doanya.

Al Wahid
Al Wahid ialah Dzat yang munfarid (sendirian) di dalam Dzat, sifat, dan perbuatan-Nya; tidak terbagi-bagi dan tidak terkelompokkan. Sifat-Nya tidak menyerupai sesuaatu dan tidak diserupai oleh sesuatu, dan perbuatan-Nya tidak disekutui oleh apa pun.
Begitu juga yang dikatakan oleh Imam Sya’rani di dalam kitab Al-Yawaqit, bahwa Al-Wahid itu ialah Dzat yang tidak terbagi-bagi dan tidak diserupai. Yakni, tidak ada kemiripan sedikit pun antara Dia dan hamba-Nya. Dan keberadaan-Nya itu tanpa permulaan dan tanpa akhir. Kalau tidak demikian, tentu ia ada yang baru, sedang yang baru itu memerlukan yang mengadakan. Mahasuci Allah dari hal itu.

Ali Al Khawwash berkata: “Ahad itu ada 4 macam. Pertama, ahad yang tidak berpihak, tidak terbagi, dan tidak memerlukan tempat; dia adalah Tuhan. Kedua, ahad yang berpihak, yang terbagi, dan yang memerlukan temmpat; ia adalah jasmani. Ketiga, ahad yang berpihak, tidak terbagi, dan memerlukan tempat; dia adalah nyawa. Keempat, ahad yang tidak berpihak, tidak terbagi, dan memerlukan tempat; ia adalah tabi’at. Inilah kumpulan yang ada, baik yang lama maupun yang baru. Tidak ada yang Esa mutlak kecuali hanya Allah SWT, sebab Dia qadim (sesuatu yang azali), sedang yang lainnya hadits (seesuatu yang muncul belakangan).

Ber-taqarrub dengan ism ini mengharuskan Anda tidak melihat di dunia dan akhirat kecuali Dia, dan tidak condong kepada selain-Nya, dan hendaknya menjadi satu dengan-Nya.
Nabi saw. bersabda:
Sesungguhnya Allah itu ganjil (tunggal), dan suka kepada yang ganjil.
Suatu hari, Rasulullah saw. mendengar seseorang mengatakan di dalam doanya: Ya Allah, ya Tuhan kami, sungguh aku memohon kepada-Mu, karena sesungguhnya Engkau-lah Yang Mahaesa, Mahatunggal, Maha Sendirian, Tempat Bergantung segala sesuatu, yang tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan-Nya.

Lalu beliau berkata: “Orang itu telah memohon kepada Allah dengan ism-Nya yang jika seseorang berdoa dengannya niscaya akan diperkenankan, dan jika ia meminta niscaya akan diberi.”

Khasiatnya

Ism ini berkhasiat untuk mengeluarkan ketergantungan terhadap makhluk dari dalam hati. Barangsiapa membaacanya 1000 kali, niscaya akan keluarlah ketergantungan kepada makhluk dari dalam hatinya, dan dilenyapkan Allah rasa takutnya yang merupakan asal semua bencana di dunia dan di akhirat.

Asy Syakur

Dia adalah Dzat yang banyak memberi atas amal yang sedikit. Ada pula pendapat lain yang mengatakan bahwa makna Asy-Syakur adalah: Yang banyak memuji hamba-Nya dengan menyebutkan perbuatan taatnya.

Hakikat syukur pada seorang hamba adalah perasaan hati yang senang terhadap Yang Memberi Nikmat, sehingga rasa syukur itu melampaui anggota tubuhnya, maka anggota tubuh itu pun lalu dipergunakan untuk berkhidmat kepada Yang Memberi Nikmat tersebut.

Ada pula pendapat lain yang mengatakan, bahwa maksud ism ini adalah: Dialah Dzat yang membalas amalan yang sedikit dengan derajat yang tinggi. Dia memberikan ganjaran terhadap amal yang dilakukan seorang hamba, selama hidupnya yang singkat di dunia ini, dengan kenikmatan akhirat yang tak terbatas. Jadi, siapa yang membalas kebaikan dengan balasan yang berlipat ganda, maka dikatakan bahwa ia telah mensyukuri nikmat tersebut. Dan siapa yang memuji orang yang berbuat baik, maka dikatakan juga ia telah mensyukurinya.

Di antara keberuntungan seorang hamba dari ism ini diisyaratkan agar ia bersikap syukur terhadap hamba-hamba Allah atas perbuatan baik yang telah mereka lakukan kepadanya, atau membalas segala kebaikan mereka itu dengan yang lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan. Inilah suatu sifat atau perangai yang sangat terpuji. Karena itulah Rasulullah saw. telah bersabda:
Barangsiapa tidak berterima kasih kepada orang lain, maka ia juga tidak bersyukur kepada Allah.
Adapun syukur seorang hamba kepada Allah itu adalah dengan menyadari nikmat-nikmat Allah yang telah diberikan-Nya kepadanya, dan tidaklah mempergunakan segala nikmat itu untuk melakukan perbuatan durhaka kepada-Nya, tetapi ia gunakan untuk berbuat taat kepada-Nya, dan itu berkat taufik dan kemudahan dari Allah semata. Dan juga hendaklah ia selalu meuji Allah dengan cara yang ia kuasai, sekalipun hal itu sulit bagi dirinya kecuali dengan taufik dari Allah SWT.

Di antara puji-pujian yang baik kepada Allah SWT itu adalah seperti yang disebutkan di dalam Wirid as Sattar oleh Sayyid Yahya Al-Bakuni, yang antara lain berrbunyi:

Tidak kuasa aku menyampaikan pujian kepada-Mu, seperti apa yang Engkau pujikan atas diri-Mu.
Alangkah manisnya perkataan ini, seolah-olah ia hendak menyatakan bahwa pujian yang pantas kepada Allah itu bukan merupakan kemampuan seorang manusia. Karena itulah ia biarkan pujian itu bagi yang mampu melakukannya, yaitu Allah sendiri. Inilah ungkapan yang paling sempurna.

Berakhlak dengan ism ini menghendaki seseorang menjadi hamba yang bersyukur terhadap semua nikmat yang telah dianugerahkan Allah kepadanya, sesuai deengan cara yang diridhai oleh-Nya, dan dianugerahkan Allah kepadanya dengan perantaraan orang lain, dengan jalan membesarkan yang sedikit dan mambalasnya.

Khasiatnya

Barangsiapa menuliskannya pada penderita sesak nafas atau merasa letih badannya, kemudian tulisan itu dihapus dengan air dan diminum dan digunakan untuk mengusap badannya, niscaya dengan izin Allah SWT akan disembuhkan dari penyakitnya.

Al Kabir

Al Kabir artinya Yang Mahabesar dalam segala sesuatu, sebab Dia Azali (kekal adanya, tanpa permulaan) dan Mahakaya secara mutlak. Atau, Dia Mahabesar dalam penglihatan indera dan pencapaian akal.
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali berkata: “Al-Kabir itu ialah yang mempunyai al-kibriya‘ (keangkuhan dan kesombongan), sedangkan kibriya‘ itu merupakan ibarat (ungkapan) dari kesempurnaan Dzat. Arti kesempurnaan Dzat itu adalah kesempurnaan wujud, dan kesempurnaan wujud itu kembali kepada dua perkara: Pertama, kekekalan-Nya yang abadi, sedangkan seluruh makhluk terputus dengan sifat ketiadaan, baik yang terjadi sebelumnya maupun sesudahnya; maka ini adalah suatu sifat kekurangan. Begitu juga dikatakan kepada orang yang lanjut umurnya: Huwa kabirussinn (Ia panjang usia). Kata kabir ini dipergunakan bagi sesuatu yang tidak dapat dipakai kata ‘azhim. Kedua, keberadaan-Nya adalah keberadaan (wujud) yang tidak berpermulaan dari sesuatu, yang menjadi sebab wujudnya segala yang ada. Jika sesuatu yang sempurna keberadaannya dalam dirinya disebut sempurna dan besar, maka keberadaan semua yang maujud yang berasal dari-Nya itu adalah lebih patut disebut sempurna dan besar.”
Kabir (besar) pada hak seorang hamba adalah orang yang sempurna, yang sifat-sifat sempurnanya itu tidak hanya terbatas pada dirinya saja, melainkan juga menjalar kepada orang lain. Tidaklah seseorang duduk-duduk bersamanya, melainkan akan memperoleh sebagian dari kesempurnaannya itu. Kesempurnaan seorang hamba adalah pada akalnya, wara‘ (memelihara diri dari perbuatan jahat)nya, dan pada ilmunya. Jadi, orang besar diantara hamba-hamba Allah ialah orang yang berilmu, bertakwa, dan menjadi mursyid (pemberi tuntunan) kepada makhluk, serta saleh, dengan menjadi suri teladan bagi orang lain, yang dapat dipetik cahaya dan ilmu darinya. Barangsiapa mengenal kebesaran dan ketinggian Tuhannya, maka ia tentu akan merendahkan dan menghunakan diri dihadapan hamba-hamba-Nya yang saleh.

Khasiatnya

Ism ini berkhasiat untuk membuka pintu ilmu pengetaahuan dan makrifat bagi orang yang banyak berzikir dengannya. Barangsiapa mempunyai banyak utang, kemudian ia memperbanyak membaca ism ini, niscaya Allah akan melunaskan utang-utangnya itu. Dan barangsiapa diturunkan dari pangkatnya, lalu ia membaca ism ini sebanyak seribu kali selama tujuh hari, dengan berpuasa, niscaya ia akan kembali kepada pangkatnya semula.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar